SELAMAT DATANG

SELAMAT BERJUMPA DENGAN SUSANTRONIKA
SHARING MEMPERLUAS WAWASAN DAN PENGETAHUAN

Selasa, 10 Mei 2011

KEARIFAN JAWA DALAM PENDIDIKAN

A. Pendahuluan.
Setiap komunitas memiliki seperangkat pengertian dan perilaku yang berasal dari generasi-generasi sebelumnya maupun dari pengalaman komunitas tersebut untuk menyelesaikan secara baik dan benar berbagai persoalan serta kesulitan yang dihadapi. Dalam proses waktu, rangkaian perilaku dan pengertian itu mengkristal dan menjadi sekumpulan nilai atau ajaran moral, yang kemudian secara umum dikenal sebagai local wisdom alias kearifan lokal. Kearifan lokal dapat dilihat dalam dua dimensi, yaitu sebagai pengetahuan dan dipraktekkan berupa pola-pola interaksi perilaku atau tindakan. Kearifan lokal yang dimiliki suatu komunitas berakar dari budaya komunitas itu sendiri.
Jawa adalah salah satu etnik yang juga memiliki kearifan lokal yang mencakup semua sendi kehidupan termasuk dalam pendidikan. Memahami kearifan jawa sebagai pengetahuan dan mempraktekkan dalam perilaku dapat membuat orang menjadi matang, dewasa, arif dan bijaksana. Sehingga dapat membantu membentuk profil manusia terdidik, yaitu manusia yang beriman, bertaqwa, berakhlak mulia dan cerdas.
Prof. Dr. RM. Wisnoe Wardhana menegaskan, filsafat Jawa sebenarnya sangat menggambarkan hakikat segala sesuatu yang senantiasa berkaitan dengan nilai kebaikan yang terungkapkan secara indah Menurut dia hal itu sangat mudah diikuti oleh mereka yang menyukai, namun kadang menjadi sulit dipahami oleh mereka yang kurang mengerti. "Untuk memahaminya diperlukan pemahaman kosa kata Jawa," katanya. Wardhana mengemukakan, pengungkapan filosofi Jawa bisa melalui cara jarwo dhosok. Sehingga melaksanakan nilai-nilai fisafat jawa tidak bertentangan dengan nilai-nilai kebaikan secara umum yang dapat diterima oleh semua orang terasuk oleh selain orang jawa.
Pengaruh globalisasi membuat orang jawa mulai melupakan dan meninggalkan nilai-nilai budaya jawa bahkan merasa malu dengan budayanya sendiri. Pengaruh globalisasi membuat orang melupakan nilai-nilai kearifan jawa. Padahal kearifan jawa sangat fleksibel yang dapat beradaptasi dengan perkembangan jaman. Ketua Umum Yayasan Ki Hadjar Dewantara, Soesilo Soedarman mengatakan: “sejarah membuktikan bahwa budaya Jawa sangat lentur, kreatif dan liat, seperti ketika berhadapan dengan Hindu, Budha, Islam bahkan dengan Belanda.” Maksudnya budaya jawa tidak akan pernah ketinggalan jaman, karena budaya jawa dapat beradaptasi dengan perkembangan jaman.
Globalisasi itu sendiri telah membawa berbagai perubahan yang cukup dramatis akibat melumernya batas sosial budaya (deteritorialisasi) yang berpengaruh pada aspek politik, ekonomi, kebudayaan, dan mempengaruhi aspek kunci teknologi transportasi serta komunikasi, yang membuat dunia menjadi ringkas dalam jarak dan waktu. Zygmunt Bauman dalam bukunya Globalization: The Human Consequences mengatakan globalization seems to be the fate of the world. Faktanya memang ada berbagai hal yang bukan saja mengada-ada di era global, namun menjadi berbagai kemungkinan yang tak terelakkan bagi kelanjutan jalannya sejarah itu sendiri. Globalisasi dapat mempengaruhi jalannya budaya dan nilai-nilai yang terkandung didalamnya. Sehingga jika kita tidak hati-hati dalam menyikapi pengaruh globalisasi, maka budaya anak cucu kita di masa yang akan datang akan berbeda dengan budaya yang ada sekarang ini. Sebagai contoh anak masa sekarang ini sudah banyak yang meninggalkan sikap sopan santun dalam pergaulan terhadap orang tua, orang yang lebih dewasa, teman sebaya dan orang yang lebih muda. Hal ini berbeda jauh dengan sikap sopan-santun dalam pergaulan generasi sebelumya.

B. Permasalahan.
Berdasarkan latar belakang pada pendahuluan di atas, maka masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah:
1. Apa saja kearifan jawa yang dapat diterapkan dalam dunia pendidikan di Indonesia?
2. Apakah kearifan jawa masih relevan dalam jaman modern sekarang ini?

C. Tujuan.
Pembahasan makalah ini bertujuan untuk:
1. Mengkaji dan menguraikan kearifan jawa yang dapat diterapkan dalam pendidikan.
2. Mengkaji apakah kearifan jawa masih relevan diterapkan dalam pendidikan pada jaman modern ini.

D. Pembahasan.
Pasal 31 ayat 3 UUD 45 menyatakan bahwa; Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketaqwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang. Pemerintah bertanggung jawab untuk melaksanakan pendidikan nasional. Tujuan pendidikan nasional adalah membentuk manusia yang beriman, bertaqwa, berakhlak mulia dan cerdas. Jadi tujuan pendidikan nasioal mencakup aspek spiritual dan intelektual.
Kearifan jawa yang mengandung nilai-nilai kebaikan dapat membantu membentuk manusia yang dewasa, arif dan bijaksana sebagai tujuan pendidikan aspek moral atau spiritual. Jika kearifan jawa dapat dipahami dan dilaksanakan dalam kehidupan pada umumnya dan dalam pendidikan pada khususnya, maka pelaksanaan pedidikan dapat efektif dan efisien. Sehingga tujuan pendidikan akan dapat tercapai baik aspek moral maupun aspek intelektualnya.
Orang yang sedang belajar pada prinsipnya adalah mencari “ngelmu”. Jarwo dhosok dari ngelmu adalah “angele tinemu” artinya ilmu itu sulit dicari. Mencari ilmu harus berusaha sungguh-sungguh supaya berhasil. Semua pihak yang terlibat dalam proses pendidikan mulai peserta didik, masyarakat, tenaga pendidik, penyelenggara pendidikan (lembaga pendidikan) dan pemerintah harus sungguh-sungguh menangani masalah pendidikan. “Ngelmu iku kelakone kanthi laku” artinya tanpa usaha tidak akan dapat mempunyai ilmu atau tidak dapat menjadi orang yang pandai dan bijaksana. Jika semua pihak yang terlibat dalam pendidikan tidak “laku” atau tidak usaha sungguh-sungguh, maka tujuan pendidikan tidak akan dapat tercapai.
Filosofi jawa berbunyi: “ Dadiyo wong ngerti sak durunge dadi wong pinter. Wong ngerti iku bakalan dadi wong pinter, nanging yen wong pinter wae durung mesti dadi wong ngerti. Yen wong pinter wae dadi keblinger”. Maksudnya jadilah orang yang mengerti dulu sebelum menjadi orang pandai. Karena orang yang mengerti itu pasti pandai. Tapi orang yang pandai belum tentu mengerti. Orang yang pandai saja pasti akan terjerumus. Orang harus paham apa yang dipelajari supaya benar-benar mengerti tentang sesuatu agar tidak terjerumus. Peserta didik merasa belum mengerti apa-apa dan harus belajar sunggu-sungguh supaya dapat paham dan mengerti. Orang yang merasa dirinya sudah pandai sebenarnya masih bodoh dan akhirnya tidak mau berusaha untuk belajar lagi. Orang yang sudah merasa pandai akan menganggap ringan semua masalah yang akhirnya dapat menjerumuskan dirinya sendiri dan orang lain.
Murid dan guru tidak boleh bersikap merasa pandai sendiri karena setiap orang pasti mempunyai kekurangan. Hal ini sesuai dengan Filosofi jawa yang mengatakan: “Aja Kuminter Mundak Keblinger, Aja Cidra Mundak Cilaka”. Artinya jangan merasa paling pandai agar tidak salah arah, jangan berbuat curang agar tidak celaka. Jika seseorang merasa paling pandai, maka tidak mau menerima ide atau pikiran orang lain dan tidak akan berusaha untuk belajar lagi atau melanjutkan pedidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Seorang guru harus selalu belajar supaya mempunyai pengetahuan yang cukup sesuai dengan kondisi yang dihadapi dan mempunyai wawasan jauh ke depan. Murid juga harus selalu belajar dari berbagai sumber yang tersedia baik dari lingkungan sekolah sebagai pendidikan formal, pendidikan Nonformal (kursus), keluarga sebagai pendidikan Informal, lingkungan masyarakat dan dapat juga memanfaatkan teknologi internet.
Seorang guru harus dapat di-gugu lan ditiru. Maksudnya seorang guru tidak hanya memberikan materi pelajaran secara teoritis, tetapi harus dapat dijadikan contoh dan memberikan teladan yang baik. Sikap hidup seorang guru harus mencerminkan ilmu yang sudah dikuasai. Murid atau orang lain akan melihat sebuah ilmu yang berbentuk nyata, berbentuk sikap hidup atau perilaku sehari-hari. Sehingga murid atau orang lain dapat mencontoh sikap hidup yang baik dari seorang guru dan dapat belajar dari apa yang dilihat dan didengar. Apabila guru dapat menjadi sosok yang dapat di-gugu lan ditiru, maka anak didik akan percaya dengan apa yang diajarkan guru dan siswa akan mudah mengerti dan memahami materi pelajaran yang diberikan guru. Masyarakat juga akan melihat guru sebagai figur yang pantas dihormati.
Metode pengajaran yang digunakan tidak hanya berupa ceramah yang bersifat teoritis, tapi bisa berbentuk contoh tindakan nyata, misalnya metode pengajaran dengan latihan-latihan, demonstrasi dan praktek.
Sosok guru juga harus mempunyai sifat di depan memberi teladan, di tengah memberikan semangat, di belakang memberikan dorongan motivasi. Hal ini sesuai dengan filosofi jawa yang berbunyi: “Ing ngarso sung tulodho, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani”. Pada saat di depan guru dapat dijadikan contoh dan panutan semua orang. Guru dapat menjadi pemimpin yang dapat dipercaya, disegani dan dapat dijadikan panutan. Pada saat guru berada di tengah maka sosok guru tidak boleh menjadi penghalang sesuatu yang baik, tetapi harus memberi semangat. Pada saat siswa putus asa untuk belajar, seorang guru wajib memberi semangat atau motivasi supaya masa depan siswa dapat lebih baik. Seorang guru tidak selalu berada pada barisan depan. Pada saat berada di barisan belakang sosok guru dapat memberikan dorongan agar yang ada didepan dapat maju lebih baik lagi.
Karakter siswa beraneka ragam sesuai tingkatan umur, jenjang pendidikan, latar belakang keluarga dan lingkungan. Cara mengajar siswa yang heterogen bisa menggunakan berbagai cara atau metode sesuai dengan karakter siswa tersebut. Siswa yang bisa memahami materi pelajaran dengan mendengar dan melihat maka guru perlu menjelaskan materi dan memberi contoh-contoh. Siswa yang mempunyai masalah perlu mendapat perhatian kusus. Misalnya siswa yang perlu dorongan atau motivasi harus diberi semangat dan dorongan untuk maju. Filosofi “Ing ngarso sung tulodho, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani” dapat diterapkan untuk menangani siswa yang heterogen tersebut.
Tujuan pendidikan akan tercapai jika peserta didik bersikap sebagaimana seorang murid, tenaga pendidik bersikap sebagaimana seorang guru dan ditunjang dengan dana untuk keperluan pendidikan tersebut. Pendidikan memerlukan media, sarana dan prasarana untuk kegiatan belajar mengajar. Media, sarana dan prasarana yang memadai akan membuat kegiatan belajar mengajar menjadi efektif dan efisien. Untuk menyediakan media, sarana dan prasarana pendidikan diperlukan dana yang tidak sedikit. Sebuah unkapan mengatakan “Jer basuki mowo beyo” Maksudnya untuk mencapai cita-cita atau kemuliaan diperlukan usaha dan biaya atau dana. Semakin tinggi cita-cita yang ingin dicapai, biaya yang diperlukan juga semakin banyak. Masyarakat saja tidak akan mampu menanggung dana pendidikan yang sangat besar tersebut. Sehingga Pemerintah perlu mambantu dana pendidikan.
Proses pendidikan diharapkan mampu menghasilkan manusia-manusia terdidik, yaitu manusia yang berakhlak mulia dan cerdas. Manusia terdidik akan bermanfaat bagi manusia lain, bagi bangsa dan negara. “Urip Iku Urup” artinya hidup itu menyala, hidup hendaknya memberi manfaat bagi orang lain disekitar kita. Jika pendidikan semakin berhasil, maka semakin besar manfaat yang bisa kita berikan. Sekecil apapun manfaat yang dapat kita berikan, jangan sampai kita menjadi orang yang meresahkan masyarakat. Manusia terdidik akan mampu menjadi “urup” atau penerang bagi manusia lain. Jika semua manusia bisa saling menerangi, saling memberi manfaat dan tidak saling meresahkan, maka akan tercipta kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang harmonis.
Manusia terdidik juga akan mampu “Memayu Hayuning Bawana, Ambrasta dur Hangkara” maksudnya manusia hidup di dunia harus mengusahakan keselamatan, kebahagiaan dan kesejahteraan, serta memberantas sifat angkara murka, serakah dan tamak. Jika ada manusia yang merasa terdidik tapi mempunyai sifat angkara murka, serakah dan tamak, maka sebenarnya tidak termasuk manusia terdidik. Manusia terdidik adalah manusia yang matang moral dan intelektualnya.
Beberapa kearifan jawa yang diuraikan di atas mencakup beberapa faktor dalam pendidikan, yaitu:
a. Sikap seorang siswa atau peserta didik.
b. Sikap sosok guru atau tenaga pendidik.
c. Cara mengajar siswa/ metode siswa yang heterogen.
d. Pendidikan memerlukan biaya atau dana yang tidak sedikit.
e. Hasil pendidikan adalah manusia terdidik yang moral dan intelektualnya matang.
Kearifan-kearifan jawa yang diuraikan di atas membuktikan bahwa kearifan jawa masih relevan diterapkan dalam pendidikan pada jaman modern ini, karena tidak bertentangan dengan tujuan pendidikan dan tidak menghambat perkembangan jaman dan teknologi.

E. Kesimpulan.
Berdasarkan pembahasan di atas, dapat di tarik kesimpulan:
1. Tujuan pendidikan nasional adalah meningkatkan keimanan dan ketaqwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Sehingga mencakup aspek spiritual dan intelektual.
2. Kearifan jawa yang mengandung nilai-nilai kebaikan dapat membantu terwujudnya tujuan pendidikan nasional.
3. Pada dasarnya siswa mencari “ngelmu” yang “angel tinemu” sehingga “Ngelmu iku kelakone kanthi laku” artinya ilmu itu hal yang sulit didapat sehingga ilmu dapat diperoleh hanya dengan laku atau berusaha sungguh-sunguh. Sehingga semua pihak yang terlibat dalam pendidikan harus berusaha sungguh-sungguh supaya tujuan pendidikan dapat tercapai.
4. “Dadiyo wong ngerti sak durunge dadi wong pinter. Wong ngerti iku bakalan dadi wong pinter, nanging yen wong pinter wae durung mesti dadi wong ngerti. Yen wong pinter wae dadi keblinger”. Maksudnya jadilah orang yang mengerti dulu sebelum menjadi orang pandai. Karena orang yang mengerti itu pasti pandai. Tapi orang yang pandai belum tentu mengerti. Orang yang pandai saja pasti akan terjerumus. Orang harus paham apa yang dipelajari supaya benar-benar mengerti tentang sesuatu agar tidak terjerumus.
5. Murid dan guru tidak boleh bersikap merasa pandai sendiri karena setiap orang pasti mempunyai kekurangan. Hal ini sesuai dengan Filosofi jawa yang mengatakan: “Aja Kuminter Mundak Keblinger, Aja Cidra Mundak Cilaka”.
6. Seorang guru harus dapat di-gugu lan ditiru. Maksudnya seorang guru tidak hanya memberikan materi pelajaran secara teoritis, tetapi harus memberi contoh dalam bentuk praktek atau tindakan. Sikap hidup sehari-hari sosok guru juga harus dapat dijadikan contoh dan memberikan teladan yang baik.
7. Sosok guru harus mempunyai sifat di depan memberi teladan, di tengah memberikan semangat, di belakang memberikan dorongan motivasi. Hal ini sesuai dengan filosofi jawa yang berbunyi: “Ing ngarso sung tulodho, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani”.
8. Filosofi “Ing ngarso sung tulodho, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani” dapat diterapkan untuk menangani siswa yang heterogen.
9. “Urip Iku Urup” artinya hidup itu menyala, hidup hendaknya memberi manfaat bagi orang lain disekitar kita. Jika pendidikan semakin berhasil, maka semakin besar manfaat yang bisa kita berikan.
10. Manusia terdidik juga akan mampu “Memayu Hayuning Bawana, Ambrasta dur Hangkara” maksudnya manusia hidup di dunia harus mengusahakan keselamatan, kebahagiaan dan kesejahteraan, serta memberantas sifat angkara murka, serakah dan tamak.
11. Kearifan jawa dalam pendidikan mencakup semua faktor dalam pendidikan, yaitu; siswa, guru, model pengajaran dan dana yang menjadi tanggungan masyarakat, lembaga pendidikan dan pemerintah, serta hasil pendidikan.
12. Kearifan jawa masih relevan diterapkan pada jaman modern sekarang ini.

F. Daftar Pustaka.
Heru Emka, 12 Nopember 2008: Filosofi Jawa dalam Global. http://lare44.blog.friensdster.com/category/flosofi-hidup-wong-jowo/
Arif Hidayat, 16 Agustus 2008: Kearifan Lokal: Delapan Watak Pemimpin Jawa. http://arhidayat.staff.uii.ac.id/2008/08/16/Kearifan-Lokal:-Delapan-Watak-Pemimpin-Jawa/
Cak Nun, 1996: Banyak Langgar Filosofi Jawa Lentur, Kreatif dan Liat. http://www.rad.net.id/online/mediaind/publik/9610/28/MI18-01.28.html
Azwirdafrist, 26 Februari 2008: Budaya Jawa Sebagai Filsafat Hidup Agar Tidak Menjadi Koruptor. http://Azwirdafrist.wordpress.com
..........................., 9 Mei 2006. Kayam, Tohari dan Jawa. http://haqiqie.wordpress.co/2006/05/07/kayam-tohari-dan-jawa
.........................., 9 Nopember 2008: 10 Filosofi Hidup Orang Jawa. http://aduhay.multiply.com/journal/item175/10-filosof-orang-jawa/
............................, 12 Juli 2007: Lebih Dekat dengan Filosofi Jawa. http://Flyingsolighttisky.blogspot.com/2007/07/
Mang Jami: 7 Februari 2008: Filosofi Jawa. http://Forum.kafegaul.com/showphost.php?s=e25d935650d8bf411c29e67628d0a29&p=7066113&poscount

1 komentar:

  1. How To Make Money Using Free Spins With Free Bets
    Free หารายได้เสริม Betting Sites — Most online bookmakers offer a free bet to columbia titanium boots new players who powerbook g4 titanium sign up and bet $10 with them to create titanium ingot a black titanium rings new account, using the

    BalasHapus